Sulawesibetwork.com - Dampak kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Priguna Anugrah Pratama, dokter residen Unpad yang tengah menempuh pendidikan spesialis di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, terus bergulir.
Merespons kasus yang mencoreng dunia medis ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara waktu program pendidikan residen anestesiologi dan terapi intensif di RSHS selama satu bulan ke depan.
Keputusan ini diumumkan langsung oleh Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, pada Rabu (9/4/2025).
Baca Juga: Trump Nyalakan Lagi Bara Batu Bara: Berkah Sesaat untuk RI, Langkah Mundur Iklim Global?
Langkah ini diambil sebagai bentuk evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan tata kelola program residensi di RSHS, bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran (FK) Unpad.
"Kemenkes juga sudah menginstruksikan kepada Dirut RSUP Hasan Sadikin untuk menghentikan sementara waktu,” ujar Aji Muhawarman dalam keterangan persnya.
“Selama 1 bulan, kegiatan residensi Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSUP Hasan Sadikin,” tegasnya.
Baca Juga: Duel Nokia 5G: N75 Max vs N95 Max, Sama-sama Dibekali Snapdragon dan Kamera Canggih
Selain menghentikan sementara program residensi, Kemenkes juga telah bertindak cepat dengan meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) milik Priguna.
Pencabutan STR ini secara otomatis akan membatalkan Surat Izin Praktik (SIP) yang dimiliki tersangka, sehingga ia tidak lagi memiliki legalitas untuk menjalankan praktik kedokteran.
"Kemenkes merasa prihatin dan menyesalkan adanya kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dr. Priguna," imbuh Aji, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menanggapi kasus ini.
Baca Juga: Australia Gigit Jari! Larang Daging Babi AS, Langsung Dihantam Tarif Resiprokal Trump 10%
Terungkapnya kronologi dugaan kekerasan seksual ini semakin membuat geram publik.
Peristiwa memilukan itu terjadi pada 18 Maret 2025, ketika Priguna meminta korban berinisial FH, yang merupakan keluarga pasien, untuk menjalani transfusi darah. Ironisnya, proses tersebut dilakukan tanpa pendampingan keluarga lain di Gedung MCHC RSHS Bandung.