Sulawesinetwork.com - Penyidik Kejaksaan Agung terus memperdalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), yang diperkirakan terjadi dalam kurun waktu 2018 hingga 2023.
Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa setidaknya 70 saksi dan seorang ahli terkait keuangan negara.
"Sejauh ini, penyidik telah mengumpulkan keterangan dari 70 saksi dan melakukan pemeriksaan terhadap mereka. Salah satunya termasuk seorang ahli di bidang keuangan negara," ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Selasa, 11 Februari 2025.
Baca Juga: Mahasiswa KKN 76 UIN Alauddin Makassar Dorong Desa Gattareng Matinggi Menuju Era Digital
Namun, Harli belum merinci identitas para saksi yang telah diperiksa dalam proses penyidikan tersebut.
Selain pemeriksaan saksi, Kejaksaan Agung juga telah melakukan penyitaan barang bukti terkait dengan kasus ini.
Penyitaan tersebut dilakukan setelah penggeledahan yang dilaksanakan pada Senin, 10 Februari 2025, di tiga ruangan di kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta Selatan.
Baca Juga: Menanti Keputusan Pemerintah! Apakah Honorer Akan Diangkat Jadi PPPK Penuh Waktu?
"Selama penggeledahan, penyidik menyita lima dus dokumen, 15 unit handphone, satu unit laptop, dan empat soft file," tambah Harli.
Penggeledahan tersebut didasarkan pada Surat Perintah Penyitaan yang dikeluarkan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), dengan nomor PRIN - 231/F.2/Fd.2/10/2024.
Kejaksaan Agung mencurigai bahwa praktik rasuah ini berawal dari penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018, yang mengatur tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.
Baca Juga: Rahasia Lolos CPNS 2025: 10 Instansi Sepi Peminat Yang Harus Kamu Ketahui, Peluang Lulus Lebih Besar
Peraturan ini mewajibkan PT Pertamina untuk mencari minyak yang diproduksi di dalam negeri guna memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Meski begitu, Harli belum dapat memastikan apakah penerbitan peraturan tersebut terkait langsung dengan praktik rasuah yang tengah diselidiki, mengingat penyidikan masih berjalan.