Dalam rekaman video yang beredar luas di media sosial, Bobby Kertanegara tampak diusung dengan "protokol khusus."
Ia tiba di lokasi acara dengan pengawalan sejumlah personel polisi, bahkan melenggang di atas karpet biru yang sudah disiapkan secara khusus.
Pemandangan inilah yang kemudian memicu kecaman pedas dari sejumlah warganet Tanah Air.
Baca Juga: Drama Penyelamatan di Rinjani: Pendaki Swiss Dievakuasi Heroik Lewat Udara Usai Terjatuh!
Respons publik di media sosial, khususnya Instagram, menunjukkan kekecewaan yang mendalam.
Akun @gadis_desaa55 dalam postingannya pada 15 Juli 2025, menuliskan, "Innalillahi dibayar dengan keringat rakyat, cuman buat mengawal seekor kucing? Entahlah."
Komentar ini menggambarkan sentimen bahwa anggaran negara seharusnya diprioritaskan untuk kebutuhan yang lebih mendesak.
Kolom komentar postingan tersebut pun tak luput dari serbuan kritik senada. "Lebay amat Gusti," ujar warganet dengan akun @syah.ril9530, menyiratkan bahwa pengawalan terhadap kucing adalah tindakan yang berlebihan.
Sementara itu, akun @renocahyadihandoko dengan tegas mengungkapkan, "Pak Presiden, tolong jangan berlebihan," sebuah harapan agar prioritas negara tetap pada urusan rakyat.
Penjelasan dari pihak Istana, yang mengkategorikan Bobby sebagai "properti Presiden," justru membuka perdebatan baru.
Bagi sebagian publik, definisi "properti" yang mencakup hewan peliharaan dan layak mendapatkan pengawalan negara menggunakan dana publik, terasa tidak proporsional dan kurang etis.
Kontroversi ini tidak hanya menyoroti soal kucingnya, tetapi juga tentang bagaimana negara mendefinisikan tanggung jawabnya dan alokasi sumber daya publik.
Peristiwa Bobby Kertanegara ini menjadi cermin dinamika hubungan antara pemerintah dan masyarakat di era digital, di mana setiap tindakan, sekecil apa pun, dapat dengan cepat menjadi sorotan dan memicu diskusi publik yang luas.