Sulawesinetwork.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, mengeluarkan peringatan serius terkait dampak negatif penggunaan gawai dan media sosial yang berlebihan, terutama bagi generasi muda di Indonesia.
Ia mendesak agar akses terhadap teknologi diberikan secara bertahap, menghindari paparan dini yang bisa merusak pola pikir.
Pratikno menyoroti data yang menunjukkan rata-rata "screen time" orang Indonesia mencapai 7,5 jam per hari. Angka yang mengkhawatirkan ini, menurutnya, mengindikasikan bahwa anak-anak di bawah 2 tahun sekalipun sudah terpapar gawai akibat disrupsi teknologi.
"Artinya ada orang yang membuka screen lebih dari belasan jam di setiap harinya kalau rata-ratanya saja sudah hampir 8 jam," kata Pratikno di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, pada Selasa, 17 Juni 2025.
Menerapkan Pembatasan Gawai di Rumah Sendiri
Menyadari bahaya ini, Pratikno mengaku telah menerapkan aturan pembatasan gawai di lingkungan rumahnya, khususnya bagi anak dan cucunya. Tujuannya adalah agar mereka terbiasa berinteraksi dengan lingkungan sekitar secara langsung, bukan melalui dunia maya.
Baca Juga: Pulang Dari Korea dan Tiongkok, Bupati Bulukumba Bawa Peluang Emas untuk Petani dan Pekerja Muda
Sebagai alternatif, Pratikno memilih untuk meletakkan akuarium berisi ikan-ikan di rumahnya, alih-alih televisi atau gawai. Metode ini, jelasnya, bertujuan agar anak dapat tumbuh dengan kemampuan berpikir yang lebih dalam dan tidak terbiasa menerima informasi secara instan.
"Di rumah anak saya, screen-nya adalah akuarium, masukkanlah tokoh-tokoh supaya ikan-ikannya diberi nama. Jadi setiap pagi, bangun pagi, selalu ribut, minggu-minggu, hari-hari kita punya nama dan akuarium, tidak ada TV, tidak ada akses pada screen," tuturnya, berbagi praktik personalnya.
"Mindless Scrolling" Merusak Pola Pikir
Baca Juga: SPMB 2025 Dilanda Skandal: Isu Jual-Beli Kursi dan Anak 'Titipan' Pejabat Disorot Pusat
Salah satu kekhawatiran utama Menko PMK adalah kebiasaan "scrolling" di media sosial yang dinilai bisa merusak pola pikir generasi muda.
Pratikno menyebut fenomena ini membuat orang terbiasa mengambil keputusan secara cepat dan dangkal, tanpa proses berpikir yang matang atau yang ia sebut sebagai "mindless scrolling".