Diskusi tentang politik dalam lingkungan kampus bukanlah suatu fenomena baru. Namun dengan adanya polarisasi politik dan munculnya gerakan mahasiswa yang aktif, perdebatan mengenai keterlibatan politik praktis di lingkungan kampus semakin kompleks.
Secara tidak langsung, struktur dan upaya politik praktis mengajak pihak lain untuk berpartisipasi dalam bidang politik (Nardeak, 2015).
Baca Juga: Dibuka Gubernur Sulsel, Jambore Kepala Desa Tekankan Integritas dan Inovasi Pembangunan Desa
Biasanya kegiatan yang akan ditunggangi adalah seminar-seminar, dengan cara mengundang tokoh-tokoh politik. Menurut Nardeak (2015) politik praktis merupakan “politik kotor” yang tidak mengindahkan etika dalam berpolitik dengan baik dan benar, secara taktis politik praktis berusaha untuk memperjuangkan kekuasaan.
Tinggi, Riset, dan Teknologi (DIRJEN DIKTI), Prof. Nizam pada tahun 2022 silam saat disiarkan pada DetikNews (25/04/2022). Prof Nizam mengatakan bahwa kampus sebagai lembaga akademik harus menjaga kebenaran ilmiah, bahkan tidak terdapat larangan untuk mahasiswa yang ingin terjun ke dunia politik.
Baca Juga: 12 Sekolah di Bulukumba Raih Adiwiyata dari Kementerian Lingkungan Hidup
Beliau juga mengatakan bahwa menjaga kampus dari politik praktis merupakan tugas bersama agar marwah kampus sebagai lembaga ilmiah pencari kebenaran tidak terganggu.
Solusi
Menjawab pertanyaan terkait dengan sejauh mana politik praktis boleh masuk lingkungan kampus adalah suatu permasalahan yang kompleks, yang membutuhkan keseimbangan antara kebebasan akademik, netralitas, dan pendidikan politik.
Baca Juga: PUPR Sinjai Keruk Drainase di Tekolampe dan Yahya Mathan Cegah Banjir Kota
Politik praktis boleh masuk ke dalam perguruan tinggi selama hal itu tidak mengorbankan integritas akademik dan nilai-nilai inklusivitas. Dalam hal ini, perguruan tinggi harus berfungsi sebagai tempat yang mana mahasiswa dapat mengembangkan pemahaman mendalam tentang isu-isu politik tanpa mengorbankan tujuan utama pendidikan.
Hal ini bertolak belakang ketika kita membaca Surat Pernyataan dan Komitmen Prof. Jamaluddin Jompa yang kembali saya ulangi ""Berkomintmen untuk membantu Kepentingan PDI Perjuangan di Provinsi Sulawesi Selatan Khususnya di Dunia Kampus".
Baca Juga: Kominfo Barru Koordinasi ke KI Sulsel: Perkuat Keterbukaan Informasi Pasca Serangan Siber
Pemilihan Rektor Unhas harus terbebas dari kooptasi kepentingan eksternal. Unhas harus mampu menghindar dari pola lama yang berusaha “cawe-cawe” dalam suksesi. Pemilihan rektor sudah seharusnya dijaga kesuciannya dari politik dagang sapi. Secara sederhananya, politik dagang sapi artinya politik yang (disusupi) jual-beli “kepentingan". (*)