Versi ini disampaikan oleh Almarhum Haji Abdullah KaraEng Gajang, putra Gallarang Sudiang, Muhammad Yusuf Daeng Pasau, langsung kepada penulis dalam sebuah diskusi di rumah beliau di Mandai.
Baca Juga: Heboh! Ditemukan Grup Siswa LGBT yang Sasar Sekolah Dasar, Begini Kronologinya
Versi ini berlandaskan cerita rakyat bahwa konon bahwa di tengah daerah ini dahulu ada sebuah kedai yang pemiliknya bernama "Ma'roso".
Kedai ini menjadi tempat persinggahan para kafilah yang melalui daerah ini baik ke dan dari Bone dan Gowa.
Dan jika mereka membuat suatu perjanjian untuk bertemu, disebut di “Maroso” sehingga lama kelamaan nama Ma’roso populer dan menjadi nama suatu daerah yang selanjutnya berubah menjadi Maros.(*)