Sulawesinetwork.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Bulukumba memanggil dan memeriksa Kepala Desa (Kepdes) Bonto Barua, Kecamatan Bonto Tiro, Kabupaten Bulukumba.
Pemeriksaan terhadap Kades Bonto Barua itu terkait netralitas sebagai perangkat desa dalam Pilkada Bulukumba 2024.
Kades Bonto Barua diperiksa setelah videonya viral menghadiri kampanye pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Muchtar Ali Yusuf-Andi Edy Manaf di Desa Batang, Kecamatan Bontotiro.
Baca Juga: Kampanye di Panaikang, Kanita Kahfi: Saya Pasang Badan untuk Kelompok Disabilitas
Ketua Bawaslu Kabupaten Bulukumba, Bakri Abubakar, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap kades yang diduga melanggar netralitas itu.
"Sudah kita panggil yang bersangkutan Kades Bonto Barua untuk kita mintai klarifikasi, termasuk beberapa saksi terkait dugaan pelanggaran Pemilihan menghadiri kegiatan kampanye Paslon Nomor Urut 2,” kata Bakri, Jum’at, 18 Oktober 2024.
Dugaan pelanggaran ini ditemukan oleh Panwaslu Kecamatan Bonto Tiro beberapa waktu lalu saat kegiatan Kampanye Paslon No. Urut 2 di Desa Batam Kecamatan Bonto Tiro.
Baca Juga: Diduga Langgar Netralitas ASN, Pj Gubernur Sulsel Dilaporkan ke Bawaslu
Hal yang sama di sampaikan Anggota Bawaslu Bulukumba Divisi Penanganan Pelanggaran, Wawan Kurniawan yang menjelaskan jika saat ini pihaknya sementara melakukan penanganan dengan mengundang klarifikasi beberapa pihak.
“Apakah ada dugaan pelanggaran atau tidak nanti kita akan lihat setelah proses kajian dan pembahasan kedua Sentra Gakkumdu selesai di lakukan. Yang jelas saat ini dugaan pelanggaran tersebut sementara dalam proses,” tegasnya.
Wawan menambahkan jika larangan terhadap kepala desa membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan calon sangat jelas dalam pasal 188 junto pasal 71 UU No 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Baca Juga: Ini Daftar 103 Calon Menteri, Wakil Menteri dan Kepala Badan di Kabinet Prabowo-Gibran
Terkait sanksi jika terbukti akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah). (*)