Sulawesinetwork.com - Kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter residen anestesi di RSHS Bandung terus menuai sorotan tajam.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin tak hanya mengecam tindakan bejat tersebut, namun juga mempertanyakan secara keras bagaimana seorang dokter residen bisa dengan leluasa mendapatkan akses ke obat bius yang diduga digunakan untuk melumpuhkan korban.
Seperti yang ramai diberitakan, Priguna Anugerah Pratama, seorang dokter residen anestesi PPDS Universitas Padjajaran, diduga kuat melakukan pemerkosaan terhadap keluarga pasien setelah membius korban hingga tak sadarkan diri.
Baca Juga: Sentuhan Hangat Bupati Husniah di Bumi Luwu Utara: Semangat Membara Kafilah Gowa di STQH Sulsel
Fakta penggunaan obat bius inilah yang memicu pertanyaan besar dari Menkes Budi.
"Itu yang hanya boleh ngambil obat, itu adalah konsulennya, harusnya ngambil obat itu bukan si muridnya," ujar Menkes Budi dengan nada heran saat ditemui awak media di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (12/4/2025).
"Nah, jadi kenapa bisa turun? Itu yang mau kita lihat," lanjutnya, menekankan perlunya investigasi mendalam terkait alur peredaran obat-obatan di lingkungan rumah sakit.
Menkes Budi menjelaskan bahwa prosedur pengambilan obat-obatan di rumah sakit seharusnya memiliki aturan yang ketat dan tidak memungkinkan sembarang orang, apalagi seorang dokter residen, untuk mengaksesnya tanpa pengawasan.
"Itu aturannya sudah jelas semua, bahwa itu harus disimpan di tempat tertentu. Yang boleh ngambil siapa? Yang boleh ngambil itu harusnya bukan anak didik. Kok ini bisa sampai ke anak didik?" jelas Budi dengan nada bertanya.
"Nah, itu kan mesti dicek kan? Di mana lepasnya? Kalau sekarang saya belum bisa jawab," imbuhnya, menunjukkan adanya potensi celah dalam sistem pengawasan obat di rumah sakit.
Baca Juga: Dukung STQH dan Kampanye Hidup Sehat, Bupati Gowa Jogging di Luwu Utara
Senada dengan Menkes, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Slamet Budiarto, juga menyoroti pentingnya pengawasan dalam penggunaan obat bius.
"Semua SOP itu harus ada orang lain, tidak boleh sendiri, ada yang lebih tinggi, walau ada seniornya atau perawat atau yang lainnya itu harus ada," tegas Slamet.