Konon, keinginan itu dipicu oleh sikap pelit yang telah mereka kumpulkan kelek diwariskan kepada orang lain.
Karena keinginan ini tidak umum, diutuslah anak lelakinya menemui Puang Matua di langit untuk meminta petunjuk, akan tetapi tak ada kata setuju dari Puang Matua.
Baca Juga: Sejumlah Anak Pramuka Dirawat Usai Alami Kecelakaan, Pemkab Bulukumba Tanggung Biaya Perawatan
Akan tatapi, dasar manusia, setiba di Bumi sang anak justru memutarbalikkan isi pesan Puang Matua, sehingga ia akhirnya “direstui” warga bumi untuk menghawini adik kandungnya sendiri.
Puang Matua pun marah, akhirnya penduduk Bumi kena tulah.
Ancaman wabah dan kelaparan terjadi di mana-mana.
Sesembahan dan ritus yang digelar oleh penduduk Bumi ditampik-Nya.
Di puncak kemarahanNya puang Matua merobohkan Eran diLangi’, sekaligus menandai putusnya jalur transportasi-komunikasi langsung antara Bumi dan Lngit.
Sisa - sisa anak tangga menuju ke langit itu berkellimpangan jatuh ke Bumi, lalu membentuk bukit-bukit batu yang kini membentang dari wilayah Desa Rura kabupaten Enrekang hingga Rantepao di Tana Toraja.
Tentu saja itu semua hanya legenda.
Akan tetapi, dalam kepercayaan asli masyarakat Toraja yang disebut Aluk Todolo mengandung nilai-nilai religius yang mengarah kepada Puang Matua yang disembah sebagai pencipta manusia, bumi dan segala isinya.
Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah.
Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya.
Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana.
Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut to minaa (seorang pendeta aluk).