teknologi

Perang Hak Cipta di Ujung Pena? Ghibli Berpotensi Seret OpenAI ke Meja Hijau AS!

Jumat, 4 April 2025 | 18:45 WIB
Salah satu pendiri Studio Ghibli, Hayao Miyazaki mengungkap rasa kesalnya terhadap tren baru ChatGPT di OpenAI yang memungkinkan pengguna membuat gambar bergaya khas Ghibli tanpa kredit dan izin.

Sulawesinetwork.com - Gelombang popularitas fitur AI yang mampu menyulap foto menjadi layaknya adegan film Studio Ghibli di ChatGPT-4o ternyata menyimpan potensi masalah hukum yang serius.

Meskipun Studio Ghibli sendiri masih bungkam, para pakar hukum di Amerika Serikat meyakini bahwa raksasa animasi Jepang itu memiliki amunisi kuat untuk menggugat OpenAI atas dugaan pelanggaran hak cipta dan praktik promosi yang menyesatkan.

Menurut Rob Rosenberg, seorang ahli hukum AI terkemuka dari Showtime, kemarahan Hayao Miyazaki terhadap tren ini bisa menjadi landasan bagi tindakan hukum yang lebih nyata.

Baca Juga: Dari Syahadat Hingga Salat Jenazah: Masjid Istiqlal, Saksi Bisu Perjalanan Spiritual Ray Sahetapy

Rosenberg menjelaskan bahwa Studio Ghibli dapat memanfaatkan undang-undang hak cipta di AS, khususnya The Lanham Act, untuk menyeret OpenAI ke pengadilan.

"Di sini, Ghibli bisa menggunakan undang-undang tersebut untuk menunjukkan bahwa OpenAI telah melakukan praktik promosi palsu, pelanggaran hak cipta, dan kompetisi yang tidak adil," tegas Rosenberg, memberikan pandangannya pada Jumat, 4 April 2025.

Lantas, bagaimana Ghibli bisa menggunakan undang-undang tersebut untuk melawan OpenAI? Rosenberg memaparkan beberapa poin kunci:

Baca Juga: Kurang dari 24 Jam, Polisi Ringkus Pelaku Utama Pembusuran di Bulukumpa dan Amankan 9 Rekannya

  • Penggunaan Gaya Ikonik Tanpa Izin: Ghibli dapat berargumen bahwa OpenAI secara terang-terangan menggunakan gaya visual khas mereka tanpa mendapatkan lisensi atau persetujuan resmi. Gaya Ghibli bukan sekadar estetika, melainkan identitas merek yang dilindungi.
  • Menciptakan Kebingungan di Kalangan Pengguna: Fitur "Gaya Ghibli" di ChatGPT berpotensi menimbulkan kebingungan di benak pengguna. Mereka bisa saja mengira bahwa fitur ini merupakan kolaborasi resmi atau didukung oleh Studio Ghibli, padahal kenyataannya tidak demikian.
  • Merusak Reputasi Merek: Dengan penggunaan fitur secara luas dan tanpa kendali, kualitas gambar yang dihasilkan mungkin tidak sesuai dengan standar artistik Ghibli. Hal ini berisiko mencoreng reputasi merek yang telah dibangun dengan susah payah selama bertahun-tahun.

Baca Juga: Gubernur Andi Sudirman Sulaiman Sambut Kedatangan Menteri Pertahanan di Sulsel

Rosenberg juga menekankan bahwa tindakan OpenAI meniru gaya seni yang unik dapat dianggap sebagai eksploitasi tanpa kompensasi kepada pemilik hak cipta yang sah.

"Ghibli bisa saja berargumen bahwa dengan mengubah foto pengguna menjadi 'Gaya Ghibli', OpenAI telah mengorbankan reputasi merek dagang Ghibli lewat ChatGPT," imbuhnya.

Kasus ini bukan yang pertama kali menghadapkan OpenAI pada potensi tuntutan hukum terkait hak cipta.

Baca Juga: Nokia N75 Max: Smartphone Idaman dengan Kamera 200MP dan Performa Kelas Atas!

Sebelumnya, New York Times telah melayangkan gugatan serupa, menuduh OpenAI menggunakan artikel berita mereka sebagai data pelatihan ChatGPT tanpa izin dan kompensasi yang layak.

Halaman:

Tags

Terkini